Powered By Blogger

Kamis, 31 Maret 2011

Kamboja Dunia



bermain bergandeng cuaca
tiada tentu untuk menahu
bermain merundung cuaca
mengapung siap tersapu

... riang-riang menggumpal muka
membidik luka di santap makna
tangis-tangis gembiria menjadi berkah
belum pasti mengulang di bunyi waktu

kamboja dunia

ceria tiada setia
merona sesisa sirna
menadah sempurna

kamboja dunia

tarian-tarian berganti doa
hom, pim, pa
membolak-balik mantra
runtuh munjat ayat

Jombang 2011

*MENGERIKAN*

Ngeri,meniti kalimat2 dlm kitab langit ini
Berulang2 berisi informasi :
'Kebanyakan Manusia'
Ingkar,sesat,durhaka,kikir
Tak menggunakan akal & tak berpikir
Mlampaui batas & tak mngambil pelajaran,tak mencari agama yg benar & kbnyakn menjadi bahan bakar Jahanam
Walaupun sisi lain bnyk jg trdpat peta petunjuk 'Jaminan kepastian'
Mendpt balasan sempurna yaitu:
Kehidupan abadi pnuh kselamatan,kedamaian meniti hari2 yg teduh,tanpa petaka di 'PLANET ADN'
Namun hanya sbgian kecil pemilik tiketnya

Rabu, 30 Maret 2011

jauh terlihat

kerikiL keciL bergerigi mungiL..

terlontar sendiri dipadang sahara

Kamis, 24 Maret 2011

ya Allah.. aku jatuh cinta

bagaimana aku menangkap semua perasaan yang singgah diruang tamu hatiku..

sebisaku aku berusaha

terasa.
..aku bukan penyetir yang handal untuk melaju didepan, aku hanya penumpang biasa dan tak punya banyak kendali..
 mungkin kamu tak tau apa yang ada dan apa yang terjadi pada diriku. karena aku tak pernah membual segudang kata-kata agar membautmu terkesan.
semerdu nyanyian hujan kemarin membuat aku benar-benar teringat ketika aku menghela nafas lega bertemu "dia" yang setia dan memperhatikanku setiap detik berkeluh kesah ditelinganya.
dalam hatiku berkata selirih hembusan angin yang tiba-tiba membuat sedikit merubah keadaan. apakah "dia" tak terbebani dengan kedatanganku membawa genangan air mata? aku hanya tersenyum dan menyapa setiap perubahan yang kian beralih menjadi lebih baik.
sapaanku hanya sebatas kagum, tapi sekarang ..?? Tuhan memberikan jalan yang lain kepadaku. aku sangat bersyukur, aku bahagia dan tak lagi merasa kecewa.
hanya satu yang membuatku sedikit membuyarkan setiap gelembung-gelembung mimpi yang indah disetiap lelapku. "tentang berita itu".
sepertinya aku tak sanggup menawarkannya, bertawar tentang perasaanku.
tahu kah sayang, semua ini begitu sulit buatku.
merpatiku... kepakkan sayapmu lebar-lebar dan bawalah aku bergelut menembus awan.
aku mengerti maksud mereka, aku tak mau "dia" tau. aku tak ingin membuatnya terbanting sebelum terbisik "tentang berita itu".
satu hal sayang yang ingin ku pertanyakan padamu, apakah kamu benar ingin memiliki aku walau aku bukanlah orang yang sempurna untuk kau miliki.?
walau aku bukanlah orang yang sepadan dengan strata yang menyandang dipundakmu.?
walau aku bukanlah seperti apa yang kau inginkan selama ini.?
walau aku hanya seorang gadis kecil yang belum mengerti seberapa prtingnya bertahan didunia.?
segala yang terjadi padaku, aku mencoba bertahan.
segala yang terjadi padaku, aku mencoba melawan.
segala yang terjadi padaku, aku mencoba wujudkan.
aku tahu aku pasti bisa, selagi tak putus berusaha. 

Selasa, 15 Maret 2011

BATU ITU BERNAMA LINTANG

Tersontak aku, menatap beringin senja ditengah ladang
dengan batang - batang bermahkota kuning pucat
tanah lembab tak lembab sebab matahari masih menari
dengan kibasan rambutnya yang terasa terik.
memilah dedaunan aku tersontak juga
bangunan hanya berpilar dan beratap
pengap juga tak pengap
karena angin menghembuskan sejarah yang tenggelam

Tersentuh aku, mengeja pilar dalam bangunan tak renta
asap dupa masih tersisa, ruang terbungkus permanen
berpagar tak rapuh dan berkarat
ada selimut putih sperti tubuh yang tertimbun tanah
aku pikir ada jasad tertimbun disana
ada tubuh para wali yang disucikan
ada senjata yang dikeramatkan

Tersontak aku, mendengar mulut lelaki renta bercerita begitu lincahnya
dengan selaksa kata-kata perdaban yang tertata
mengupas jasad diam dalam akar-akar pohon beringin
mengupas nyawa dalam dahan - dahan beringin
memetik jiwa pada ranting-ranting beringin
memilah celah-celah lubang lintang yang bertapa
di bangunan terbungkus permanen
aroma cendana menikam bayang-bayang masa lalu
mengajak aku berdiam di tubuh yang angkuh
berpagar tak berkarat
dipayung sajadah dan berhambal seperti
sebuah biksu yang dianggap keramat



DOMAS MENGANTI GRESIK
05 Maret 2011
Muhammad Ali Desta

Senin, 14 Maret 2011

Bocah 7 Tahun Bertubuh Seperti Kurcaci

Siswanto, Lutfi Dwi Puji Astuti
Kenadie Jourdin- Bromley (keef.tv).
Saat dilahirkan, Kenadie beratnya hanya 1,1 kilogram dengan tinggi badan 28 sentimeter.

 

VIVAnews -Tingginya 84 sentimeter. Berat badan 7,7 kilogram. Kira-kira setara dengan anak berusia 18 bulan.  Padahal Kenadie Jourdin- Bromley sudah berusia 7 tahun. Anak seusia dia sudah masuk sekolah dasar.
Bentuk dan ukuran tubuh Kenadie memang tergolong langka. Para dokter ahli yang meneliti menegaskan bahwa bocah ini mengalami kelainan yang disebut dwarfisme primordial. Tubuhnya mirip kurcaci. "Ini benar-benar dunia yang besar baginya," kata Brianne Jourdin, ibu dari Kenadie di acara “Good Morning America,” dikutip dari ABC News.

Meski ada kemungkinan badan si bocah berkembang, para dokter memperkirakan bahwa tinggi bocah ini tidak pernah bisa mencapai ukuran normal. Dan kesehatannya akan selalu terancam. Sebab, tulang primordial dwarf-nya sangat tipis. Kondisi ini akan membuatnya rentan terhadap penyakit berbahaya, seperti scoliosis dan jantung.

Ancaman terbesar bagi kesehatan Kenadie yang harus diawasi seumur hidupnya ialah risiko aneurysm, tonjolan di pembuluh darah yang tiba-tiba bisa meledak dan menyebabkan kematian.

Saat dilahirkan, Kenadie beratnya hanya 1,1 kilogram dengan tinggi badan 28 sentimeter. "Saya hanya ingin mendengar ia menangis. Jika ia menangis itu bisa menjadi tanda bahwa dia masih hidup. Tapi saat itu kami hanya mendengar suara meong, seperti suara kucing kecil,” kata Jourdin.

Kepalanya bahkan sangat kecil dan dia kehilangan sebagian dari otaknya. "Mereka (dokter) mengatakan kepada kami bahwa dengan otak itu, tidak akan bisa berfungsi. Dia tidak pernah pergi berjalan, tidak pernah akan berbicara," kata Jourdin.

Kenadie begitu kecil dan perawat memanggilnya "Thumbelina." Meski demikian ibu Kenadie terus berjuang agar putrinya memiliki kehidupan yang normal.

Meski tubuhnya kecil, Kenadie tetap sibuk dengan segala macam aktivitas layaknya anak normal seusianya, seperti menghadiri kelas dansa dan pergi ke sekolah.

"Saya berpikir bahwa anak-anak lain di kelasnya, mereka telah sampai pada titik di mana mereka hanya melihat dirinya sebagai salah satu dari anak-anak," kata Jourdin.

Dia mungkin saja kerdil, tapi Kenadie memiliki emosi raksasa dan bisa saja mengalami mood swings. Semula, Brianne Jourdin takut Kenadie bisa mengalami pubertas dini, tetapi kemudian dokter mengatakan tidak menemukan bukti itu.

"Harapan saya untuk masa depan Kenadie, aku ingin dia bahagia," kata Jourdin. "Aku ingin dia tersenyum dan menjadi sukses."

Puding cokLat

Bahan :
  • 100 gr Coklat bubuk
  • 1 1/2 ltr Susu segar
  • 200 gr Gula pasir
  • 2 bungkus Agar - agar bubuk putih
  • 4 btr Kuning telur (kocok)
Cara Membuat :
  • Larutkan coklat bubuk dengan sedikit susu.
  • Masak sisa susu bersama dengan gula pasir dan agar - agar bubuk.
  • Tambahkan larutan coklat kedalamnya, masak hingga mendidih.
  • Ambil sedikit adonan susu tersebut dan tuang kedalam kocokan telur, aduk rata.
  • Tuangkan kembali kedalam adonan susu, rebus hingga mendidih.
  • Angkat dan aduk - aduk hingga uapnya hilang.
  • Tuangkan kedalam cetakan yang sudah dibasahi air.
  • Biarkan hingga mengeras, simpan dalam lemari pendingin.
  • Sajikan puding dalam keadaan dingin..

Analisis Puisi "Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sajak atau puisi merupakan suatu imajinasi yang diungkapkan oleh pengarangnya. Bagaimana seseorang tersebut menggambarkan suatu kejadian, bagaimana seseorang tersebut mengungkapkan segala isi hatinya, bagaimana seseorang tersebut melukiskan sosok dirinya, dan sebagainya. Karya sastra dapat dikatakan berhasil jika sajak tersebut mempunyai nilai tersendiri, apakah karya tersebut dikatakan baik atau pun jelek.
Karya sastra yang bernilai baik adalah karya sastra yang benar-benar mempunyai nilai rasa yang menggugah, bermakna, pandai mengimajinasikan sesuatu menjadi perumpamaan, dan sebagainya. Sedangkan karya sastra yang bernilai rasa buruk hanyalah sebalik dari karya sastra yang bernilai rasa baik. Akan tetapi, menurut saya tidak ada perbedaan antara baik buruknya dalam membuat karya sastra, karena karya sastra tersebut merupakan ungkapan imajinasi masing-masing. Hanya saja yang membedakan disini adalah karya sastra yang diciptakan oleh pengarang sastra yang sebenarnya dan karya sastra yang diciptakan oleh masyarakat awam.
Setiap sajak yang diciptakan pastinya mempunyai fungsi, maksud dan tujuan tersendiri. Karena setiap kata yang dicantumkan mempunyai tanda, baik tanda tersebut dibuat sesuai dengan keadaan ilmiahnya, adanya sebab akibat atau klausal, maupun hanya merupakan perumpamaan saja.
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu untuk memahaminya harus dianalisis terlebih dulu. Analisis yang tidak tepat hanya akan menghasilkan fragmen atau pengalaman-pengalaman saja.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan semiotik?
2.      Bagaimana menganalisis semiotik sajak atau puisi?
1.3  Tujuan
1.      Untuk membahas tentang pengertian semiotik.
2.      Untuk membahas tentang analisis semiotik sajak atau puisi.
1.4  Manfaat
1.      Dapat memahami jelas tentang pengertian semiotik
2.      Dapat memahami lebih dalam bagaimana menganalisis secara semiotik dalam sajak atau puisi.
3.      Dapat dijadikan literatur untuk menerapkan pendekatan semiotik kedalam karya-karya sastra yang lain.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Semiotik
Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna dan mempergunakan medium atau perantara bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahasa yang bebas atau netral seperti bunyi pada seni musik maupun warna dalam lukisan. Warna sebelum dipergunakan dalam lukisan masih bersifat netral, karena masih terpisah dan belum mempunyai arti; sedangkan kata atau bahasa sebelum dipergunakan dan karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh konvensi masyarakat. Lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik. Begitu pula ilmu yang  mempelajari tentang sistem tanda-tanda itu disebut semiotika atau semiologi (Pradopo, 2002: 121).
Yang penting dalam lapangan semiotik adalah pengertian tanda itu sendiri, dimana sistem tanda tersebut mempunyai dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, dan petanda (signified) atau yang ditandai. Semiotik merupakan ilmu tentang tanda (sistem ketandaan). Dalam kaitannya dengan sastra, semiotik merupakan alat pendukung dalam menganalisis sajak dari pendekatan struktural secara praktik menggunakan semiotik untuk menganalisis sebuah sajak, bertujuan untuk menemukan tiga variabel semiotik dalam sajak:
1.      Icon,
2.      Indeks, dan
3.      Arbitrer simbol
Ketiga variabel tersebut dapat ditemukan pada struktur karya tersebut. Misal dalam puisi dapat dilihat dari majas, diksi, tone, dan seterusnya. Untuk memahami sajak, ketiga variabel diatas dimaknai satu persatu dan kemudian dimaknai secara keseluruhan untuk mendapatkan tiotalitas makna.
Dalam kajian semiotik, terdapat asosiasi hubungan makna kata yang tercakup dalam istilah indice, sebagai fungsi symptomatic sign (Labov & Weinrich, 1980: 8, dalam Aminuddin, 2008: 84). Secara lebih luas, karakteristik makna dalam sign atau lambang dalam kajian semiotik dobedakan antara icon, symbol, indice. Lebih lanjut dikemukakan oleh Pradopo mengenai pengertian icon, indeks dan simbol. Icon adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya bersifat persamaan bentuk alamiyah. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tandadan petanda yang bersifat kalusal atau hubungan sebab akibat.
Simbol itu tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan antaranya bersufat arbitrer atau semau-maunya, hubungan berdasarkan konfensi (perjanjian) masyarakat.
Simbol menurut konsep Ogden dan Ricard dalam Aminuddin (2008: 81) adalah elemen kebahasaan, baik berupa kata, kalimat, dan sebsgainya, yang secara sewenang-wenang mewakili obyek dunia luar maupun dunia pengalaman masyarakat pemakainya..
Sistem tanda yang utama yang menggunakan lambang adalah bahasa. Arti simbol ditentukan oleh masyarakat. Misal “ibu” bermakna “orang yang melahirkan kita”, itu terhadi atas konfensi atau perjajian masyarakat bahasa Indonesia, masyarakat bahasa Inggris menyebutnya mother, Prancis: ta mère.
Puisi (sajak) secara semiotik seperti telah dikemukakan adalah struktur tanda-tanda yang bersistem dan makna ditentukan oleh konvensi. Memahami sajak tidak lain memahami makna sajak. Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan.
Studi sastra yang bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sajak, sebagai sistem tanda dan menemukan konvensi apa yang memungkinkan sajak mempunyai makna. Dengan melihat variasi didalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antar unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.
Menurut Preminger (1974) dalam Pradopo (2002: 123) bahwa bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang memberikan makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh penggunaan bahasa biasa. Yang dimaksud tambahan adalah konvensi sastra diluar konvensi kebahasaan; misalnya tipografi, enjambement, persajakan, dan konvensi-konvesi yang lain yang ada dalam sastra. Oleh karena itu mamaknai sajak adalah mencari tanda-tanda yang memungminkan timbulnya makna sajak, maka menganalisis sastra itu tidak lain adalah memburu tanda-tanda (persuit of signs).
Karena sajak merupakan karya (imajinatif) yang bermedium bahasa, maka tanda-tanda yang utama dalam sajak adalah tanda-tanda kebahasaan meskipun ada konvensi kebahasaan ketandaan sastra yang lain yang merupakan konvensi tambahan. Konvensi tambahan tersebut diantaranya adalah: perulangan, persajakan, tipografi, pembagian barus sajak, pembaitan, persejajaran, makna kiasan karena konteks dalam struktur, yang semaunya itu menimbulkan makna dalam sajak.
Tanda-tanda tersebut erat hubungannya dengan tanda kebahasaan. Seperti ulangan yang tidak terpisahkan dengan kata-kata yang diulang-ulang atau kalimat yang diulang, semuanya menimbulkan ulangan bunyi dan menimbulkan efek intensitas (bersungguh-sungguh; penuh perhatian) atau efek liris (penuh perasaan) atau efek yang lain.
Maka, dalam menganalisis sajak terutama dicari tanda-tanda kebahasaan dan baru sesudah itu dianalisis tanda-tanda (tambahan) yang lain yang merupakan konvensi tambahan dalam puisi. Dengan itu sajak atau puisi akan terlihat bagian mana yang menjadi variabel semiotik.

2.2  Analisis Semiotik Puisi
Langkah berikutnya adalah menganalisis bagaimana menandai sajak atau menganalisis secara semiotik. Setelah dijelaskan mengenai pengertian semiotik itu, maka berikut akan dijelaskan mengenai ilmu tentang tanda yang tercantum dalam puisi karya WS. Rendra berikut.
Balada Terbunuhnya Atmo Karpo

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penuggang perampok yang diburu
surai bau keringat basah, jenawipun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan itu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengukuti bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.

Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penuggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.

-    Nyawamu barang pasar, hai ini orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Dimana ia?
Majulah ia kerna hanya padanya seorang kukandang dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang.

-    Joko Pandan! Dimana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya tapi masih setan ia
menggertak kuda, ditiap ayun menungging kepala.
 
-    Joko Pandan! Dimana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa,

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.

Pada langkah pertama keduanya sama baja
pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, soraka sorai, anggur darah.

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapaknya


Puisi tersebut mengisahkan pelaku utama sebagai pncerita yaitu si aku yang bernama Atmo Karpo, si aku ini adalah seorang perampok yang sedang diburu warga. Pada saat itu kesialan melanda si aku karena malam itu adalah sinar bulan purnama dapat menerangi seluruh malam: ‘Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para’. Bulan tak bersahabat dengan si aku, dimana ia bersembunyi bulan purnama menyinari dirinya. Sehingga membuat si aku tak bisa bersembunyi di balik pekatnya malam yang terang benderang.
Malam itu, si aku hanya bisa: ‘Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang’. Tapi, bukan berarti si aku menyerah begitu saja. Si aku melawan semua orang yang hendak menangkapnya. Sehingga terjadilah tragedi pertumpahan darah dan satu persatu pengejarnya rubuh tersadap oleh tangannya: ‘satu demi satu yang maju tersadap darahnya’. Bahkan dengan sombongnya, si aku berkata kepada mereka yang telah dibunuhnya: “Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal! / Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa”. Si aku menganggap pasikan kerajaan dan warga yang mengepung dan hendak menangkapnya itu hanyalah orang-orang rendahan saja, dan mereka bukanlah tandingan yang mantap untuk meringkus si aku.
Lawan yang dicari si aku adalah anaknya sendiri yang bernama Joko Pandan: “Majulah Joko Pandan! Di mana ia? / Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa“. Si aku merasa mempunyai beban dosa terhadap anaknya, dan yang bisa menghapus dosanya hanya anaknya tersebut.
Walaupun ‘Anak panah empat arah dan musuh tiga silang’ bertubi-tubi menyerangnya, si aku tetap tegak meski dengan luka tujuh liang. Bahkan telah tercacar darah diperutnya si aku seperti mempunyai nyawa lebih dari satu: ‘bedah perutnya tapi masih setan ia’. Pacuan kudanya terus untuk menyibak malam, dan semakin kencang: ‘Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala’.
Sembari memacu kudanya, berkali-kali dia memanggil Joko Pandan: “Joko Pandan! Dimana ia! Hanya padanya seorang kukandung dosa.”
Hingga akhirnya terdengar ringkikan kuda yang menadakan Joko Pandan telah datang. Digambarkan di dalam puisi, bahwa lelaki itu datang dengan berkendara kuda hitam. Si aku pun merasa ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.
Pertarungan sengit pun tak terelakkan: ‘Pada langkah pertama keduanya sama baja’ / pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo’. Benar saja si aku mengalami kekalahan dalam pertarungan sengir tersebut. Karena, sebelumnya si aku bertarung melawan para pasukan kerajaan dan warga yang hendak menangkapnya. Pertarungan tersebut mengasilkan buah yang membahagiakan bagi warga, begitu pula Joko Pandan. ‘panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka’: Joko Pandan menang atas pertarungan tersebut, si aku sudah tak berdaya. Tubuhnya tak lagi sempurna, luka-luka menghiasi setiap lekuk tubuhnya, sampai terbuka daging segar yang berlumuran darah si aku.
Akhirnya tewaslah si aku di tangan Joko Pandan: ‘Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang / Ia telah membunuh bapanya’. Tindakan itu dia lakukan karena ada kepercayaan bahwa seorang pembunuh jika telah meminum darah korbannya maka arwah si korban tidak akan bergentayangan menuntut balas.
Malam itu sorak sorai para pasukan kerajaan pun membahana, tetapi satu orang yang merasa menyesal, dialah Joko Pandan. Karena, ia telah membunuh bapaknya sendiri.
Sebenarnya, Atmo Karpo bukanlah maling biasa. Dia adalah sosok pemberontak yang tak setuju dengan ketimpangan. Di satu sisi, kerajaan bergelimangan harta, tapi di sisi lain rakyat jelata hidup sengsara. Maka, Atmo Karpo pun memilih menjadi maling kerajaan. Dia curi harta kerajaan dan dibagikan kepada rakyat miskin yang sengsara.
Si aku ini adalah seorang perampok kerajaan yang diburu warga. Dengan memacu kudanya si aku menghindari kejaran warga: ‘Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi / bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para’. Hal tersebut merupakan kiasan yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak yang berupa personifikasi yang berada pada bait ke-1 larik ke-1 dan ke-2.
Dalam puisi tersebut tidak mempunyai orkestrasi bunyi (Pradopo, 2002: 20) di akhir pelafalan tiap bait. Karena tiap bait tersebut tidak teridiri dari pengulangan bunyi vokal maupun konsonan.
Penyebutan sebagian nama atau kumpulan juga terdapat dalam bait ke-1 larik ke-1 yang berupa majas sinekdok totem pro parte: ‘segenap warga desa mengepung hutan itu’. Berarti hanya sebagian warga yang mengepung hutan dimana terdapat keberadaan si aku sebagai Atmo Karpo. Akan tetapi, pada bait ke-2 larik ke-3 terdapat kata ‘bulan betina’, yang mempunyai sifat seperti makhluk hidup, kiasan yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak berupa personifikasi. Tidak ada bulan jantan maupun betina.
“Nyawamu barang pasar …..! / tombakmu pucuk daun” menggunakan gaya bahasa metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit. Si aku menganggap warga yang mengepung dan hendak menangkapnya itu mempunyai nyawa tak berguna, sehingga mudah dikalahkan. Nyawa bukan merupakan barang yang diperdagangkan dipasaran. Selain itu, si aku juga dengan sombong mengatakan tombak warga tersebut hanyalah pucuk daun. Artinya, tombak tersebut tidak berguna dan tidak ampuh untuk membunuh si aku.
Majas metafora juga terdapat pada bait ke-7 larik ke-1: ‘bedah perutnya tapi masih setan ia’. Artinya, walaupun tubuh si aku sudah bercacaran darah, bahkan sampai bedah perutnya, ia masih hidup dan kuat seperti memiliki nyawa lebih dari satu.
Gaya bahasa yang berupa klimaks merupakan gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan atau makin meningkat kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya. Klimaks terdapat pada bait ke-10 larik ke-1: ‘pada langkah pertama keduanya sama baja’. Artinya, semakin lama mempunyai kandungan arti yang menekan atau semakin meningkat. Pertarungan sengit antara keduanya berawal seri, akan tetapi pada akhirnya salah satu ada yang mati.
Seperti bait ke-10 larik ke-3: ‘panas luka-luka terbuka daging kelopak-kelopak angsoka’. Artinya, pertarungan sengit tersebut terdapat penekanan arti pada panas luka dan terbukanya daging kelopak angsoka. Tubuh si aku tak lagi sempurnya, melainkan tersayat-sayat dengan sebilah pedang Joko Pandan.
Dan pada bait ke-11 larik ke-1 terdapat: ‘Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka’. Yang mempunyai gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit. Artinya, malam merupakan saksi atas tragedi pertumpahan darah tersebut, warga membahana bahagia atas kekalahan si aku.






BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Menganalisis sajak itu bertujuan untuk memahami makna sajak. Menganalisis sajak berarti berusaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Sedangkan menganalisis secara semiotik berarti memahami makna sajak dengan menentukan sistem tandanya. Dimana sistem tanda tersebut mempunyai dua prinsip, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified).
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda atau sistem ketandaan yang bertujuan untuk menemukan tiga variabel: icon, indeks, dan simbol yang dapat dilihat dari gaya bahasa atau majas, diksi, tone, dan sebagainya.
Dalam sajak tersebut menggambarkan tokoh si aku yang merupakan pengarang sebagai pencerita. Tokoh aku dalam puisi tersebut merupakan seorang perampok kerajaan, dimana keadaan kerajaan tersebut sedang bergelimang harta. Akan tetapi, rakyatnya miskin jelata. Melihat hal  tersebut, tokoh aku memilih menjadi pencuri, dan hasil curiannya tersebut dibagikan kepada rakyat.
Sajak pastinya mempunyai kiasan-kiasan untuk memperindah karya sastra yang dibuat, karya sastra yang di tuangkan WS. Rendra dalam “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo” ini mempunyai beberapa gaya bahasa, diantaranya majas personofikasi yang terletak pada bait ke-1 larik ke-1 dan ke-2 dan bait ke-2 larik ke-3, majas sinekdok totem pro parte terletak pada bait ke-1 larik ke-1, majas metafora terletak pada bait ke-4 larik ke-1 dan ke-2, bait ke-7 larik ke-1 dan bait ke-11 larik ke-1,  majas klimak terletak pada bait ke-10 larik ke-1 dan bait ke-10 larik ke-3.

3.2  Saran
Sebelum menganalisis sajak menggunkan pendekatan semiotik, hendaknya dianalisis secara struktural dulu. Karena untuk memahami sajak, haruslah diperhatikan jalinan atau pertautan unsur-unsur dan fungsinya sebagai bagian dari keseluruhan. Kesatuan unsur dalam sastra merupakan hal-hal yang saling terikat, berkaitan, dan bergantung.
Dengan itu analisis semiotik dapat dilakukan, karena sudah memahami unsur sajak yang akan dianalisis, kemudian barulah dicari variabel semiotik.